- Official Website - https://kominfo.belitung.go.id -

Paradok, Data dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan

TANJUNGPANDAN, DISKOMINFO – Sejumlah kegiatan telah dilakukan dalam upaya pengentasan kemiskinan baik oleh dari Tim Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten (TP2K) Kabupaten Belitung, maupun oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan instansi vertikal lainnya.

“Bila kegiatan 2017 terlaksana pembangunan Rumah Layak Huni maka yang tersisa hanya 11 unit Rumah Layak Huni sehingga target RPJMD tercapai” ujar Sekretaris TP2K yang juga Kepala Bappeda Ir. Arpani dihadapan Wakil Bupati dan peserta sosialisasi Mekanisme Pendataan Mandiri  (MPM) 2017 tadi pagi, 10 April 2017 di Ruang Rapat Pemkab Belitung.

Pembangunan Rumah Layak Huni hanya  salah satu upaya penanggungan kemiskinan. Masih banyak program yang telah dilakukan terhadap Rumah Tangga Sasaran seperti Subsidi Listrik Tepat Sasaran yang sudah disosialisasikan Bapeda pada 3 Januari lalu.  Sebagaimana disebutkan Ketua TP2K, Erwandi A Rani pada sosialisasi MPM 2017, upaya pengentasan ini dilakukan hampir di setiap lini.

Ada 12 program dan kegiatan telah dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Sosial. Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa memiliki kegiatan serupa seperti penyaluran Rastra (dulu) Raskin. Namun harus dievaluasi apakah pemberian bantuan ini tepat sasaran atau tidak.

Upaya pengentasan kemiskinan ini juga dilakukan Badan Urusan Logistik (Bulog). Menurut Yusron bagian Pelayanan Bulog usai mengikuti sosialisasi MPM menjelaskan Bulog memiliki program Rumah Pangan Kita (RPK) yang ditempatkan di setiap desa. Selain memasok kebutuhan program e-Warung dari Kemensos untuk memenuhi kebutuhan pangan kelompok rentan. “Seperti e-warung, masyarakat mendapatkan bahan pokok dengan menukar kartu atau kupon ke RPK atau e-warung. Di Indonesia sudah ada 44 kota yang melaksanakan program RPK yang menyediakan 11 bahan pokok yakni beras, minyak goreng, gula, daging ayam, daging sapi, telur, garam, bawang merah, bawang putih, kedelai, jagung. Rencananya Bulog juga akan mendistribusikan kebutuhan pokok  di Belitung  untuk komoditas beras, minyak kelapa gula dan kita usaha daging beku“ kata Yusron.

Wakil Bupati menegaskan bahwa pengentasan kemiskinan melalui program ini mestinya merujuk pada data teknis. Ia mencontohkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup di Kabupaten 2016  dan rasio bidan (per 100.000 penduduk) tahun 2016.

“AKB Kecamatan Membalong tertinggi yakni 52,83%, Selat Nasik 51,64%, Tanjungpandan (33,38%), Sijuk (22,70 %) dan terendah Badau 9,47%. Tingginya AKB ini mungkin karena kondisi wilayah yang mempengaruhi pelayanan atau penanganan. Tapi kalau dilihat dari rasio bidan dan masyarakat, Selat Nasik 147,42%  artinya jumah bidan lebih banyak namun kenapa AKB tinggi. Bertolak belakang dengan kondisi di Sijuk jumlah bidang kecil namun AKBnya kecil.“ ujar Wabup. Terhadap hal ini Wabup menghimbau agar OPD menyusun program yang tepat sasaran dan efektif dalam  penggunaan anggaran.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan tingkat partisipasi sekolah cukup tinggi dimana APM SD mencapai 107,34 dan jenjang SMP mencapai 100,15 namun APM SMA hanya 73,52. Sementara kewajiban alokasi 20% APBD sudah terpenuhi. Dibandingkan kesehatan persentase alokasi angaran terhadap APBD tahun 2015 di Bidang Pendidikan lebih tinggi yakni 32,84% dibandingkan bidang kesehatan yang hanya 21,23 %. Alokasi ini meningkatkan dibandingkan tahun 2012 lalu, dimana  alokasi anggaran Pendidikan berkisar 25,84% sedangkan anggaran kesehatan 13,66%.

Melihat intervensi anggaran yang memadai serta intervensi program dan kegiatan yang dilakukan oleh OPD makin menguatkan upaya verifikasi dan pemutakhiran data kemiskinan.

Untuk maksud tersebut, Bappeda menerima pengaduan terkait dengan akurasi data kemiskinan, dari verifikasi data pada Februari 2017 lalu Bappeda mengungkapkan dari sebanyak 9949 Rumah Tangga Sasaran pada 2015  sebanyak 886 RTS telah meninggal sehingga total RTS setelah diverifikasi sebanyak 9063 RTS.

Dengan mekanisme pendaftaran pasif, dibutuhkan jumlah petugas yang banyak dan anggaran yang cukup tinggi untuk mengatasi masalah jangkauan daerah yang didata, formuliter tercetak, dana sosialisasi, dana aplikasi (SI) pendukung.

Tenaga Ahli Local Government Capacity Bulding & Training Specialist TNP2K, Togi Sianipar menekankan perlunya melakukan verifikasi melalui Mekanisme Pemutakhiran Mandiri atau (MPM) karena bisa disesuaikan dengan kondisi daerah. Namun  seperti yang diungkapkan Arpani, masyarakat biasanya enggan mendaftarkan diri secara mandiri sebagai kelompok miskin. Apalagi ada kecenderungan orang tidak malu lagi menyebut dirinya miskin karena budaya konsumtif. Tingkat konsumtif yang tinggi ini  diindikasikan dengan tingginya tingkat inflasi.

Kabid Pemberdayaan Masyarakat Wudie Wigman Setiawan menyarankan agar MPM diawali dengan proses musyarawah. Ia mencontohkan pelaksanan pendaftaran yang ada di Bali, pendaftaran tidak dilakukan perorangan tetapi melalui musyawarah desa. (fithrorozi)