Arsel Community Menyederhanakan Kerumitan

SIJUK, DISKOMINFO – Apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata canggih?. Sebagian besar mengkaitkan kata canggih dengan teknologi. Konon, canggih itu menerangkan sesuatu yang rumit. Apa yang bersifat rumit akan dianggap canggih.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterangkan, kata canggih memiliki 5 arti yakni 1) banyak cakap; bawel; cerewet; 2) suka mengganggu (ribut); 3) tidak dalam keadaan yang wajar, murni, atau asli; 4) Tek kehilangan kesederhanaan yang asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang): teknik elektronika yang; 5) banyak mengetahui atau berpengalaman (dalam hal-hal duniawi); 6) bergaya intelektual.

Canggih erat kaitannya dengan kehilangan kesederhanaan. Berawal dari konsep-konsep sederhana tak jarang muncul ide-ide canggih. Kaum fenomenologist mengawali konsep dari fakta sehari-hari. Mereka tidak memaksa untuk menganalisa data. Terlepas termasuk golongan fenomenologist atau bukan. Anak-anak muda di Air Selumar nyatanya risau dengan fakta-fakta di kampung mereka. Perseteruan antar kelompok mulai tampak manajakala investasi mono culture perkebunan sawit memecah belah kekrabatan antar kampung.

Tak ingin terjebak konflik, sekelompok anak muda dusun Aik Selumar membuat wadah pemersatu. Dari sini muncul ide mendirikan wadah diberi nama ‘Arsel Community’. Dari komunitas kecil itu mereka membangun stasiun radio amatir. Demikian Adong panggilan Darmawan, Ketua Arsel Community mengisahkan masa-masa awal ‘komunitas canggih’ yang bernama Arsel Community.

Kini menyebut nama Arsel Community orang kaitan menghubung-hubungkan dengan sekelompok anak muda pencinta lingkungan. Dari stand pameran ke stand pameran mereka mengenalkan diri dengan karya mereka dalam memanfaatkan buah-buah bulin yang jatuh berserakan di Bukit Peramun, dusun Aik Selumar.

Lambat laun komunitas ini membesar. Dengan basis lingkungan dan kearifan lokal mereka mengidentifikasi jenis-jenis tanaman endemik di Bukit Peramaun. Identifikasi ini disertai dengan penjelasan manfaat dan nama latin-lingua franca-yang dipakai dalam konsep botani.

Mengikuti perjalanan Arsel Community ini seperti mengikuti jaringan listrik di sepanjang jalan. Setiap kabel terhubung dengan tiang sebelum akhirnya bertemu gardu listrik. Begitupun Arsel, rangkaian teknologi canggih yang mereka hasilkan tak ubah kabel yang mengaliri energi bagi anggotanya.

Namun Adong lebih banyak menggunakan istilah teknologi tepat guna dibandingkan dengan istilah teknologi canggih. Mungkin untuk menghindar dari anggapan rumit atau kehilangan kesederhanaan seperti yang tertulis pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kisah meramu teknologi ini berawal dari kelakar-kelakar kecil.

“Biasanya kami kumpul-kumpul membahas permasalahan yang muncul di lapangan. Terus kita pilah, mana yang bisa kita pakai teknologi tepat guna, mana yang tidak. Kalau harus pakai teknologi ada dua macam. Membuat baru dengan penelitian atau kedua, dengan memodifikasi teknologi yang ada“. Ujar Adong berkisah. Model teknologi QR code adalah salah satunya..

Sejak beridiri radio komunitas tahun 2011, Arsel telah banyak melahirkan teknologi tepat guna. Pada tahun 2016 mereka membuat alat pengenal tanaman dengan teknologi digital yang mereka sebut Peramun (PIIS), pada tahun 2014 membuat Alat Pemadam Kebakaran.

Tahun 2012, dibuat alat penangkap sinyal Wifi dari Tanjungpandan. Perangkat ini masih terkendala dengan ketersediaan bandwith. Karenya Arsel berharap dukungan CSR Telkom atau Telkomsel.

Maksud ingin menyederhanakan masalah, menuai banyak apresiasai. Tak jarang membuat orang tertarik datang ke Aik Selumar. Tanpa sadar Arsel Community telah mengembangkan destinasi wisata bernuansa keilmuan. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pun mengundang mereka untuk memperagakan teknologi yang mereka kembangkan. Pernah mereka diundang dalam Forum Pertemuan Gubernur se-Sumatera untuk mempresentasikan karya. Kami aktif mengenalkan diri lewat pemeran seperti Pameran Indogreen Forestry di Jakarta tahun 2014 dan pada tanggl 14 Agustus kami meraih Juara II Tingkat Nasional Kategori Pengelola Hutan Kesmasyarakatan (HKM) se-Indonesia” ujar Adong, Ketua Arsel Community yang mengelola HKM Bukit Peramun.

Pada tahun 2016 Arsel Community mengikuti Temu Karya bidang gelar teknologi se-Provinsi Bangka Belitung. Ajang ini mengantarkan Arsel lolos seleksi dan meraih gelar karya terbaik pertama sekaligus mewakili Provinsi Bangka Belitung ke Temu Karya Nasional Bidang gelar Teknologi dari tanggal 6 hingga 12 Mei 2017 di Banda Aceh.

Alat Pendeteksi Kebakaran Hutan berhasil meyakinkan pihak Provinsi Bangka Belitung untuk mengutus Arsel Community sebagai wakil di ajang Temu Karya Nasional di Banda Aceh. Kesempatan ini tidak datang serta merta. Dari keinginan untuk memecahkan permasahan tercetus ide “Kebutulan kami memiliki semacam Litbang di komunitas” ujar Adong seraya menyebut nama dibalik Alat Pendeteksi Kebakaran Hutan. (fithrorozi).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *