- Official Website - https://kominfo.belitung.go.id -

LSF Sosialisasikan Budaya Sensor Mandiri

TANJUNGPANDAN, DISKOMINFO – Andrea Hirata sudah menjadikan Film Laskar Pelangi sebagai gerbang untuk mengangkat budaya masyarakat. Mestinya, gerbang yang sudah dibuka dimanfaatkan oleh seniman untuk meng-create karya-karya film. Hal ini diungkapkan Drs. Imam Suhardjo, HM.M.Ikom, satu dari 12 anggota Lembaga Sensor Film (LSF) di Ballroom BW Suite, hari ini (17/4).

Kehadiran anggota LSF masa bakti 2015-2017 di Belitong untuk mensosialisasikan kebijakan Lembaga Sensor Film. “Harus diingat juga yang mensensor film itu tidak hanya dilakukan oleh LSF tapi masyarakat juga punya peran dengan Budaya Sensor Mandiri. Film mana yang cocok untuk tontonan keluarga, ditentukan sendiri dengan keluarga“ ungkap Dra Wahyu Trihartani, M.Pd mengungkapkan latar belakang kegiatan sosialisasi ‘Budaya Sensor Mandiri’ ini.

Lebih lanjut narasumber kegiatan sosialisasi, Dr. Dyah Chitraria Liestyati, KNP dalam paparannya mengungkapkan alasan lain kenapa perlu dilakukan sensor film. “Film memiliki dampak baik individu maupun masyarakat karena itu perlu sensor“ ujar Dr. Citra.

Lembaga Sensor Film yang beranggotakan 17 orang terdiri dari 12 orang dari unsur masyarakat seperti Imam dan 5 orang mewakili unsur pemerintahan diantaranya Wahyu Trihartini dan Dr. Citra Ria, keduanya dari Kemendikbud RI. Di era Orde Baru, LSF berada dibawah Departemen Penerangan tetapi kini menjadi lembaga independen.

Keberagaman budaya dari masyarakat yang multietnis tentu saja merupakan potensi untuk diangkat menjadi sebuah karya film lewat dukungan seniman. “Para seniman harus mampu mengcreate setelah Andrea Hirata membangun gerbang utamanya lewat Film Laskar Pelangi“ ujar Imam.

Sosialisasi Kebijakan LSF bertema Masyarakat Sensor Mandiri Wujud Kepribadian Bangsa menegaskan kembali bahwa film merupakan modal budaya. Tumbuhnya budaya berangkat dari kearifan lokal. Menurut Wahyu Trihartani, karakter wilayah mempengaruhi alam pikiran masyarakat. Tingkat sensualitas masyarakat suatu daerah atau bangsa juga berbeda.

Namun budaya khususnya budaya sensor mandiri tidak hanya didukung kearifan lokal masyarakat tetapi harus didukung baik oleh peran pemerintah maupun DPRD sebagai regulator dan pihak yang memegang kebijakan anggaran. “Pemerintah perlu membuat kebijakan jangan sampai produksi film yang dikembangkan oleh masyarkaat atau komunitas diserahkan kepada pasar“ pungkas Imam.

Sosialisasi ini diikuti oleh pelajar pelajar, Poltek Dharmaganesha, Mahasiswa dan akademisi dari Akademi Manajemen Belitung, Akademi Perawat Kesehatan Belitung, KAHMI dam organisasi pemuda diantaranya KNPI serta Komunitas Fotografer dan film Belitung, tokoh masyarakat dan seniman. (fithorozi)