Satu Kata Tiga Masa

DISKOMINFO – Kata ngenjungak, semakin akrab di telinga tidak hanya oleh murid-murid sekolah, orang tua tetapi juga oleh wisatawan mancanegara. Pasalnya, sejak Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Belitung dr Helly Tjhandra mengenalkan destinasi baru bernama ‘Objek Wisata Unik Ngenjungak’ yang disingkat OWUN, banyak wisatawan baik lokal, nasional maupun mancanegara yang berkunjungan ke desintasi kreatif ini.

Di era tahun 80an hingga 90an, kata ngenjungak dikenal lewat lirik lagu Maras Taun. Lagu daerah ini akrab di telinga murid-murid sekolah karena lagu yang diciptakan oleh seniman sekaligus budayawan Abdul Hadi ini menjadi ‘lagu wajib’ di sekolah-sekolah. Dalam lirik nya disebutkan ‘kalau sidak endak tau cube ngenjungak/gawai gede maras taun seluro dise’.

Abdul Hadi yang berprofesi sebagai guru sekolah PN Timah masa itu menitipkan pesan dalam lagu perlunya mengenal adat tradisi maras taun. Bukan hanya karena maras taun adalah wujud dari rasa syukur tetapi juga maras taun menguatkan kembali pentingnya memupuk kebersamaan dan menjalin tali persaudaraan seperti bagian lirik “Kecik gede tua mudak gering becande”, “khaib lebai dukun kampong berapit ketong” dan lirik “Kaluk renyek usa supan ngambik belebe”.

Ketiganya menyiratkan jalinan persaudaraan yang cukup kuat hingga usai ngidang tangan (membacakan doa) semua boleh menikmati apa yang sudah diupayakan dinikmati bersama.

Sebagai penulis buku, ‘Ngenjungak Republik Kelekak’ dan kolom ‘Ngejungak’ di media harian Pos Belitung, saya punya pengalaman lain merevitalisasi bahasa lokal. Sejak lagu ciptaan almarhum Abdul Hadi jarang diajarkan lagi sekolah-sekolah, kata ‘ngenjungak’ nyaris tak terdengar. Bahkan anak-anak remaja tidak banyak tahu arti kata ‘ngenjungak’.

Maka begitu Pimred Pos Belitung Vovo Susatio waktu itu menawarkan kolom mingguan saya teringat dengan lirik lagu Maras Taun yang sarat dengan makna pentingnya menumbuhkan kembali pengetahuan lokal termasuk didalam bahasa lokal.

Dan ternyata, Ngenjungak menjadi gerbang bagi hidupnya kembali kosakata yang mulai pudar ditelan zaman ini. “Gue sich tahu yang loe maksud. “begitulah MC dari band lokal berbicara dengan penyanyi di sebuah pesta perkawinan kampung. Ucapan bergaya Betawi ini terasa betuk di telinga. Apa boleh buat, bisa jadi ini upaya seniman menunjukkan eksistensi budaya pop dan musik adalah cara membuat meng-katrol popularitas.

Namun Helly Tjhandra punya cara lain untuk meningkatkan populiritas Belitung Timur sebagai daerah tujuan wisata. Yang ia lakukan tergolong unik dan tak lazim. Dengan ide kreatifnya ia jadikan kantor Dinas Pariwisata Belitung Timur menjadi objek wisata. Ia memanfaatkan keunikan dari bahasa melayu Belitong untuk mendongkrak kunjungan wisata, maka dipilihlah kata ‘Ngenjungak’.

Tidak hanya Dinas Pariwisata Belitung Timur, SMPN 2 Tanjungpandan pun menjadikan Ngenjungak sebagai sebuah ikon. Bertepatan dengan Dies Natalis SMPN 2 Tanjungpandan pada tanggal 22 Apil Nanti mereka menggelar lomba bercerita ‘Ngenjungak’. Tahun 2017 ini merupakan tahun kedelapan dari lomba cerita rakyat yang pertama kali digagas Nuraini Mas’ud, Kepala Sekolah SMPN 2 Tanjung kala itu.

Figur seperti Nuraini dan Helly Tjandra bisa bisa disebut unik. Jika Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Belitung menggelar lomba Story Telling Story Reading, SMPN 2 justru menggelar cerita rakyat berbahasa lokal.

Begitupun Helly Tjandra, ketika orang malas ke kantor, ia justru mengundang wisatawan untuk datang ke kantor. Barangkali satu-satunya atau pertama kalinya ada kantor Dinas Pariwisata di Indonesia yang menjadi objek wisata.

Kini, mendengar kata ngenjungak orang akan memilih ingin berwisata, mendengarkan cerita, atau mendengarkan lagu. Ngenjungak hanya sebuah kata namun punya varian. Satu kata yang berkembang dalam tiga masa, masa bersenandung, masa bercerita dan masa berwisata. (fithrorozi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *