TANJUNGPANDAN, DISKOMINFO – Memotret sosok anak muda yang mengenakan baju bertulis ‘Bujang Miri’ terasa ada yang janggal. Miri adalah sebutan lain dari Kembiri yang dalam bahasa Indonesia disebut kemiri. Namun warga lokal biasa menyebut Miri dibandingkan Kembiri.
Siang itu anak muda tadi tengah memperhatikan ibu-ibu yang sedang larut dengan irama dangdut. Mereka berjoget, beberapa diantaranya menggunakan tutup kelapa seadanya karena matahari begitu menyengat namun tidak mengurangi suka cita mereka memeriahkan pesta ‘panen padi’ di desa Kembiri. Penampilan seniman dangdut di siang itu berkenaan dengan perayaan Maras Taun yang dilangsungkan di rumah dukun kampung pada Rabu 3 Mei 2017.
Tidak seperti maras yang taun yang dihadiri Bupati dan pejabat pemerintah, prosesi maras taun di Desa Kembiri terlihat apa adanya. Kepala Desa pun tak tampak namun tak mengurangi rasa suka cita warga merayakan maras taun. Dua lesung panjang di halaman rumah kik dukun dibiarkan begitu saja. Rupanya atraksi ibu-ibu memainkan lesung panjang sudah berlangsung tadi pagi.
Maras taun dipimpin dukun kampung tanpa didampingi dukun muda. “Sudah empat tahun saya menjadi dukun, sendiri saja” kata kik Arbaie yang biasa disapa Kik Dukun Reba’ie yang kini memiliki 14 cucu dengan 4 cicit dari 7 anaknya. Kik Rebaie tak begitu banyak bicara. Ia lebih banyak tersenyum kepada mereka yang berkunjung. Pun kembali, tamu-tamu dari PiTe, sebutan perusahaan atau PT (Persero Terbatas) perkebunan kelapa sawit. Tamu PiTe ini selalu hadir setiap kali digelar prosesi maras taun.
Hubungan warga desa Kembiri dengan perusahaan kelapa sawit terlihat akrab. Selain menjadi karyawan perusahaan seperti Baridi yang menjadi Satpam perkebunan, warga juga diuntungkan dengan hamparan kebun kelapa sawit di desa mereka salah satunya dengan usaha penyewaan truck pengangkut tanda buah segar sawit.
Jalan menuju huma tempat dulu warga menanam padi ladang (padi darat) sudah ditumbuhi sawit hingga jalan menuju huma harus berputar jauh. Ada yang beruntung, terletak tempat melintasi aliran sungai kini sudah dibangun permanen (platdecker) yang mampu menahan beban 4 hingga 8 ton truck yang membawa buah sawit.
Perkebunan sawit disertai sarana dan prasana pendukung di desa Kembiri tentu saja berimbas pada pengetahuan lokal warga termasuk pola pertanian lokal khususnya padi ladang. Jika ditanya, besar kemungkinan generasi muda desa Kembiri saat ini tidak tahu lagi varietes padi lokal apa saja yang pernah ada. Pun ketika dilakukan seleksi bujang dan dayang Kembiri, besar kemungkinan pengetahuan seputar pola pertanian lokal tidak ditanyakan.
Sabtu Malam 6 Mei 2017, pemerintah desa Kembiri seperti halnya pemerintah kecamatan dan Kabupaten menggelar Pemihan Bujang Dayang. Menurut Baridi, juri seleksi Bujang Dayang Miri (Bujang Dayang Kembiri) 2017 ini terdiri dari guru agama, pemuda Kembiri yang pernah sekolah di luar pulau Belitung dan mantan Kades Kembiri.
Tidak ada juri yang berlatarbelakang modeling atau bahasa Inggris, tidak membuat pusing warga yang menonton. Buktinya warga antusias menyaksikan pemilhan Bujang Dayang Miri begitupun bujang dayang Miri sendiri, mereka memberi dukungan kepada teman-teman mereka yang tampil diatas panggung berlapis terpal plastik, berhias daun kelapa.
Di akhir acara, ditetapkan Bujang Dayang Miri 2017. Untuk Bujang Miri terpilih Yandri, biak Aik Gede dan Sulistina biak Miri sendiri. Semuanya tampil adanya, seperti suguhan lepat di ruah kik dukun tidak dipanjang-panjangkan juga tidak dibesar-besarkan. Bagi Kepala Desa Kembiri, Pemilihan Bujang Dayang merupakan bagian dari program pemerintah untuk mendukung pariwisata. Bagi bujang dayang Miri terpilih sebagai Bujang Dayang Miri tentu menjadi kebanggaan. Namun yang membuat Baridi dan Sar’ie tokoh budaya desa Kembiri, sejak 2016, kesenian ‘Dul Mulok’ tidak pernah ditampilkan baik di rangkaian acara maras taun ataupun berkaitan dengan Pemilihan Bujang Dayang Miri. Akankah pemahaman terhadap pentas budaya warga Biri akan serupa dengan pemahaman penentu kebijakan. Wallahu A’lam Bishawaf. (fithrorozi)