Hari ini, Jumat, (17/10/2025) Dewan Kesenian Belitung mempresentasikan Keruncong Stambul Fajar Pulau Mendanau pada diskusi kelompok terpumpun yang dihadiri berbagai komunitas keroncong.
“Data yang saya dapat, sejak penelitian 2017 bersama Hannah Standiford dari Amerika menunjukan bahwa Stambul Fajar memiliki sejarah panjang, bukan hanya dampak dari Portugis menaklukkan Malaka tahun 1511, bahkan narasi sejarah ditarik sejak abad 8, ketika bangsa Moor Afrika lebih dahulu menaklukkan Portugal,” sebut Iqbal H. Saputra, ketua Dewan Kesenian Belitung yang mendampingi Pengekar Campo di Yogyakarta.
Irwansyah, Asisten Akademik Penelitian dari Sabud Entertainment juga menyebut keruncong di Mendanau memiliki keunikan tersendiri. Kehidupan masyarakat pulau Mendanau sangat mempengaruhi gaya kesenian keruncong Stambul Fajar.
“Kesenian Keruncong di Mendanau tidak lepas dari praktik beume betaun dan aktivitas kemaritiman, yang keduanya dapat ditemukan dalam kesenian Keruncong di Pulau Mendanau, mulai dari medium, metrum, idiom, penggunaan pantun, fungsional kesenian ini di masyarakat,” imbuh Irwan.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah V, Dr. Agus Widiyatmoko menyebut kehadiran Keroncong Stambul Fajar Pengekar Campo pada peringatan hari kebudayaan 2025 sangat berarti. Hal ini bisa menjadi menguatkan pengusulan Keroncong sebagai warisan budaya takbenda ke Unesco.
“Momen ini bisa membawa Keroncong Stambul Fajar menjadi bagian warna Keroncong untuk menguatkan usulan Keroncong menjadi Inskripsi warisan budaya takbenda Unesco,” ucap Agus.
Kehadiran kelompok Keruncong Stambul Fajar Pengekar Campo ke Yogyakarta bukan pertama kali. Sebelumnya, pada tahun 2019 lalu mereka pernah dipresentasikan di PKKH UGM. Tak hanya sekedar tampil, kesenian ini juga dibahas melalui diskusi berbasis hasil riset program Seniman Mengajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dilakukan Iqbal tahun 2018.
Formasi mereka kali ini dipimpin oleh Suherman “Jabing” sebagai pemain Piul, Kik Mat Alak sebagai pemain gitar, Santi sebagai vokal, Deva “Sabok” sebagai pemain bass, Teddy sebagai pemain “keruncong nganak”, dibantu Irwansyah sebagai pemain “keruncong nyakar”, dan Iqbal sebagai pemain “keruncong ngelingka”. (Narasi : Arlan / Redaktur : Verry)