Lokakarya ini merupakan inisiasi dari program Serumpun Babel (konSERvasi hUtan Mangrove PUNya BAngka BELitung), yang salah satu tujuannya adalah untuk memperkuat kecakapan masyarakat pesisir menghadapi risiko lingkungan dan perubahan iklim yang kian tidak menentu.
Acara ini dirancang untuk mendukung sinergi dan kolaborasi antara pemerintah kabupaten, pemerintah desa, serta masyarakat desa dalam penyelarasan dan dukungan-dukungan sebagai upaya untuk mendorong resiliensi (ketahanan) di tingkat tapak, yang artinya mendorong kemampuan masyarakat lokal untuk bangkit kembali apabila berhadapan dengan bencana alam.
“Data Bencana Indonesia 2024” mencatat bahwa sepanjang 2024 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, bencana alam terkait cuaca esktrem telah menyebabkan 245 korban mengungsi dan terdampak, sementara bencana banjir menyebabkan 2.964 korban mengungsi dan terdampak dan 563 rumah terendam banjir. Oleh karena itu, pengembangan kapasitas untuk masyarakat pesisir dalam menghadapi bencana alam dan perubahan iklim menjadi hal yang krusial saat ini.
Kemudian juga, untuk mengingat inisiatif pemerintah dalam mendukung adaptasi iklim yang sudah tersedia di berbagai badan, seperti di DLHK ada ProKlim (Program Kampung Iklim), BPBD memiliki program Destana (Desa Tangguh Bencana), serta Bappeda ada PBI (Pembangunan Berketahanan Iklim).
Kegiatan ini juga menjadi ajang sosialisasi terkait peluang pendanaan program adaptasi iklim, penyusunan rencana aksi yang implementatif dan efektif.
Kepala DLH Kabupaten Belitung, Yasa, menyampaikan bahwa kondisi lingkungan di sekitar kita merupakan tanggung jawab semua pihak, dan adanya acara ini dapat memperkuat koordinasi serta mencari cara terbaik agar program adaptasi di tingkat desa selaras dengan kebijakan di tingkat daerah dan nasional.
“Tentunya saya berharap untuk semua yang mengikuti kegiatan ini untuk bersama-sama menjaga, karena tugas kita bersama untuk melestarikan, memulihkan kembali yang sudah rusak,” ujar Yasa.
Narasumber yang dihadirkan pada lokakarya ini, selain YKAN, ialah dari DLHK Provinsi Babel, BPBD Provinsi Babel, dan Bappelitbangda Kabupaten Belitung Timur. Kegiatan ini berjalan interaktif dengan adanya diskusi kelompok dan juga sesi pemaparan, yang mana diharapkan bisa menjadi bahan rencana ke depan untuk memperkuat implementasi program adaptasi iklim di tingkat desa.
Melalui lokakarya ini, diharapkan semakin banyak pihak yang memahami pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi dampak perubahan iklim. YKAN juga menegaskan bahwasanya dukungan pemerintah daerah dan masyarakat menjadi poin penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar pesisir. (Narasi : Nia / Editor : Arlan / Redaktur : Verry)
